Jumat, 27 November 2015

phobia terhadap anjing


Gue itu paling benci kalau dengar yang namanya hewan Anjing. Menurut gue, paling seram dan banyak ditemukan, soalnya hampir semua Orang Batak juga punya (kalau di Komplek  gue). *Pasti bertanya* Kenapa seram? Soalnya suaranya itu aja sudah srek-srek basah (kaya banci ituloh), penampilannya gagah banget (kaya polisi kan jadinya takut ditangkap gue) tetapi dibalik itu juga ada yang menarik yaitu muka cute (sebagian jenis kok) dan warna banyak yang menarik terutama Poldkadot. :D Gara-gara menurut gue seram jadinya setiap kalau ada Anjing mendingan gue ga lewat depannya atau balik arah. Pernah kepikiran "Kenapa ga dibuat Undang-Undang yang bersangkutan dengan tiadanya Anjing" biar gue aman gitu, tapi itu pasti banyak yang ga suka dan ujung-ujungnya ga berhasil juga.
Gue pernah kejadian sewaktu dikejar Anjing waktu gue kelas 6 SD. *Gini ceritanya* Sewaktu gue pulang les (kan kelas 6 pasti ada Ujian Nasional biar pinter makanya les :D) gue kan lagi nyari teman gue dan  bisa ngajak pulang bareng biar ga kesepian gitu dan nyari sekalian lari lewat belakang. Bukannya gue ketemu teman gue malah bertemu seekor Anjing dan yang lebih parahnya sampai dikejar.
Gue pun bertemu seorang satpam bukannya dia membantu gue biar Anjing tersebut tidak mengejar gue malah dia asyik menelpon seseorang (entah siapa bukan urusan gue). Mungkin dia pikir gue itu lagi bermain sama itu Anjing atau dikira itu Anjing gue yang sedang kejar-kejaran dengan gue. Dan Anjing itu mengejar gue sampai jauh dan membuat melelahkan untuk mengelabui itu Anjing tetapi gue bersyukur banget sebab Anjing itu tidak dapat menangkap gue karena gue berlari paling cepat (kalau dikejar Anjing dan dibilang teman gue kaya Flash kalau lagi dikejar Anjing).
Karena kejadian itu gue jadi takut dan yang lebih tepatnya gue Phobia sama Anjing karena kejadian itu sampai sekarang. Begitu juga kalau ketemu Anjing gue sekarang paling ga mau lagi sebab walaupun hanya bertemu jantung gue berdetaknya cepatnya banget (dug-dug-dug semacam itu deh suaranya)

Gima kalau kalian?
Apa punya Phobia gitu?
Sama apa?
Kan belum tentu Phobianya itu sama hewan kan bisa yang lain?



Kamis, 26 November 2015

Ini Adalah Cerpen di Dalam Cerpen ?!





Ku siapkan diri ku untuk menghabiskan waktu ku didepan computer untuk menulis karya tulis cerpen sebagai nilai tugas Bahasa Indonesia. Sejujurnya aku suka menulis. Bagi ku menulis sangat menyenangkan. Karena aku bebas menuliskan apapun, menjadi siapapun dalam tulisan ku, dan menciptakan dunia ku sendiri yang berasal dari imajinasiku dan membuatnya menyenangkan. Tapi kendala ku saat ini aku harus membuat cerpen berdasarkan pengalaman ku. Sungguh ketika Bu Heni mengatakan bahwa kami ditugaskan untuk membuat cerpen, langsung terbesit ide-ide dalam otak ku. Namun itu semua kandas ketika ia menambahkan bahwa cerpen itu harus berdasarkan pengalaman. Seakan kiamat 2012 benar-benar terjadi dalam otak ku yang menghancur-leburkan semua ide-ide ku.

Aku benci harus menuliskan pengalaman ku. Tak akan ada yang menarik dari itu. Untuk memikirkan semua hal yang telah ku lalui selama 16 tahun pun aku malas. Tak ada yang menarik. Hidup ku seperti rentetan rutinitas yang ku ulangi setiap harinya. Aku selalu menginginkan kehidupan yang sempurna, namun sepertinya aku terlalu banyak menghayal. Tak akan ada hidup yang sempurna, dan perlu ku perjelas ini bukan di dunia hayalan.

Ku pejamkan mataku seraya berfikir apa yang harus ku ceritakan di dalam cerpen ini. Jari-jemari ku sudah bersiap untuk menuliskan apa yang terlintas di otakku seperti seorang bawahan yang siap menerima perintah dari atasannya. Semuanya sudah bersiap dengan tugasnya. Dan aku pun memaksa otak ku untuk berfikir lebih cepat. Dan akhirnya seperti matahari yang kembali terbit setelah kehancuran yang menghancurkan semua ide-ide ku. Ya, itu bukan akhir dari karya tulis ini. Aku tak pernah kehilangan akal untuk masalah ini. Dan kini ku pacu jemari ku untuk bergerak cepat menari-nari di atas keyboard dan menuliskan kata-kata hingga terangkai menjadi sebuah cerita.

Ya, kali ini aku akan membuat cerpen di dalam cerpen. Bu Heni ingin aku membuat cerpen berdasaekan pengalaman, dan pengalaman yang ku ceritakan ini adalah pengalaman ku membuat cerpen ini. Cerpen ku akan pengalaman membuat cerpen tentang “Boneka Syayyraa”. Terinspirasi dari adek ku yang sangat menyayangi bonekanya. Padahal itu hanya sebuah boneka. Ia bahkan memperlakukan bonekanya layaknya seorang teman. Dan cerita itu pun ku mulai dari sini.

Sang surya kembali menampakkan dirinya. Dengan kegagahannya ia kembali ke singgasananya. Aku seperti terlahir kembali. Bukan seperti aku yang dulu, melain aku yang akan memulai lagi satu bab dalam hidup ku dan melupakan aku yang dulu.
           
Semua berawal ketika aku menghancurkan semua boneka untuk pemanggilan roh para leluhur. Semua orang hanya bisa menyaksikannya dengan mimik yang bingung. Ingin marah namun ketakutan mereka padaku lebih besar. Ya, akulah sterra. Semua orang mengenal ku, tapi aku yakin tidak ada satu pun dari mereka yang menyukai ku. Aku kejam, itu lah presepsi mereka. Sebenarnya aku selalu berusah untuk disukai. Namun setiap perbuatan baik yang ku lakukan selalu berakhir bencana untuk orang lain. Aku tidak tahu mengapa. Tapi yang pasti aku muak karena itu. Aku benci pada semua orang karena tak ada satu pun yang dapat mengerti, karena sesungguhnya aku hanya ingin dimengerti.

“Sudah aku bilang, jangan memerintahku.  Aku tidak akan menerima perintah dari siapapun, apalagi darimu pak tua!”  teriakku saat dia menceramahiku dengan kata-kata sok bijaknya.

“Tapi, kamu sudah berani mengganggu ritual kami.  Ritual yang sangat sakral bagi kami.  Kau menghancurkan semua properti boneka yang kami sudah buat hanya karena masalah sepele!”  balas kakek tua itu padaku.

“Boneka jelek itu apa bagusnya, pak tua.  Boneka itu hanyalah benda tak bernyawa!”

Kakek itu tertawa kecil.  “Kau tidak akan mengerti.  Boneka itu adalah boneka untuk pemanggilan roh para leluhur. Tapi, sepertinya kau benar-benar  tidak peduli dengan semua itu.  Sudah lama rakyat tidak suka dengan sikap egoismu itu, Sterra!”

“ aku tidak peduli dengan ceramahmu, pak tua! Sekarang menyingkir atau kau akan mendapat pelajaran dariku!” teriakku sambil mengeluarkan bola hitam dari telapak tenganku.  Bola-bola itu meluncur dengan cepat ke arahnya.  Tapi, semuanya lenyap seperti asap sebelum menyentuhnya.

Kemudian dia mengambil sesuatu dari jubahnya.  Sebuah boneka kayu yang belum berbentuk apa-apa.  Hanya boneka kayu biasa.  “Sekarang kau harus bisa mengerti apa arti sebuah boneka.  Karena itu, kau akan aku buat paham apa artinya boneka bagi manusia…”
 “ Aaaaa….. apa iniiii…..” jerit ku.

Setelah kejadian itu.  Aku terperangkap dalam wujud ini. Wujud boneka. Bodohnya aku terjebak di sini.  Di dalam sebuah boneka selama ratusan tahun. Menyebalkan, entah sampai kapan.  Coba saja bukan karena kutukan dari Pak tua itu.  Bisa-bisanya dia membuatku terus berada di sini.  Sudah berkali-kali aku berpindah tangan, tapi tidak kunjung aku menemukan seseorang yang bisa mengeluarkanku dari sini.  Memang dengan kekuatanku, aku bisa menjadi boneka jenis apa saja.  Entah sudah berapa kali aku ganti majikan, tapi semua berakhir di sini.  Tempat sampah.  Setelah aku sudah mulai tampak lusuh, mulai membosankan, selalu berakhir dengan dibuang dan dilupakan.  Aku tidak bisa berubah bentuk atau memperbaiki diri jika aku masih bersama majikan yang sama, karena aku tidak mau dia berpikir macam-macam dan menganggapku boneka berhantu.

Saat bersama majikan pun, kadang memang menyenangkan, dipeluk-peluk oleh mereka.  Tapi, aku benci kalau mereka marah.  Kebanyakan aku jadi pelampiasan, dibanting, di pukul, di tendang, kadang malah tubuhku disobeki.  Jadi apa yang bagus dari sebuah boneka?

Sudah ratusan tahun aku melewati hidupku dalam boneka ini.  Tapi, lihat.  Selalu saja aku jadi begini.  Dibuang dan kau mengutukku di sini karena aku merusak boneka?  Pada intinya, boneka selalu menjadi sampah akhirnya. Sekarang aku berpikir, jadi boneka apa aku sekarang.  Boneka beruang  Burung? Manusia kah?  Hm……

“Wah, manisnya…”

Tiba-tiba saja suara itu terdengar.  Aku menatap seorang anak perempuan, matanya hitam bening dan bulat, baju terusannya lusuh dan penuh tambalan, banyak pula luka goresan di sana sini.  Dia berjongkok di hadapanku menatapku.  Hei, bodoh… kau sadar tidak yang kau lihat ini adalah boneka kusam dengan begitu banyak bagian yang robek, kapas-kapasku keluaran, mataku juga lepas satu, bulu-bulu coklatku begitu kotor. Kenapa kau menatapku begitu?

“Siapa namamu beruang manis?”  ujarnya dengan polos sambil mengambilku dan memelukku.

“Tidak punya nama ya?  Oke, aku akan panggil kamu Digo dari sekarang.  Nama yang sangat aku sukai.” Suara lembutnya terdengar jelas di telangaku.

            Kemudian dia berjalan sambil memelukku dengan erat. Sepertinya dia sangat senang. Hhh… apa yang dia fikirkan. Aku ini hanya boneka kusam yang…hhhh.

“Hei, kau! Apa yang kau bawa itu?”  Tiba-tiba seorang laki-laki yang berdiri didrpan pintu berteriak. Seperti seorang penguasa saja.
“ I…ini hanya boneka.  Aku temukan di tempat sampah.”
   benda ini tidak penting.  Sini berikan, biar aku buang! ”
“Jangan.  Tolong jangan ambil boneka ini!” Anak itu memelas.
“Ya sudah, sekarang mana uangnya?”
Bocah itu menunduk.  Tubuhnya gemetaran,  terasa sekali. “A…aku tidak punya apa-apa.  Aku tidak dapat uang sama sekali…”
“APA?  Kau tidak bawa apa-apa selain boneka ini? Dasar!”
Tiba-tiba aku dirampas, dibanting di lantai lalu ingin diinjak.  Tapi, betapa tercengangnya aku, bocah perempuan itu menahan kaki itu dengan tubuhnya.  Dia memelukku dengan erat.  Dia menerima injakan itu.  Telingaku panas saat mendengar suara injakan ke tubuh mungil bocah ini dan dia menangis menahan sakit. Kemudian lelaki itu pergi dan anak perempuan itu bersender di dinding.  Aku tahu pasti punggung bocah ini memar.  Dia tersenyum padaku, “kau tidak apa-apa, Digo?”
Bodoh, kenapa kau khawatirkan aku?  Aku ini boneka! Dan boneka tidak merasakan sakit. Pikirkan dirimu sendiri, lihat dirimu.  Tubuhmu memar-memar pasti karena injakan itu. “Oh ya, aku sampai lupa.  Namaku, Syayyraa… kita bersahabat ya… Digo.” Aku bingung.  Kenapa, kenapa dia lakukan itu?
Hari ini. Dia mengemis lagi.  Dia duduk di pinggir jalan.  Tubuhnya masih penuh luka.  Semua itu akibat siksaan yang dia dapat karena dirinya tidak dapat uang kemarin.  Kenapa ya, dia tidak kabur saja.  Kenapa?  Padahal sekarang kalau dia mau, dia bisa saja pergi dari tempat itu.
“Digo, pasti kau jijik berteman denganku.  Gadis pengemis yang memakai baju lusuh seperti ini.”
Terbalik, bodoh.  Seharusnya aku yang bilang begitu, perhatikan aku baik-baik dengan kedua bola matamu.  Lihat kondisi tubuhku yang kusam dan lusuh ini.
“Aku sudah kehilangan kedua orang tuaku, Ayah meninggal karena sakit, Ibu meninggal karena terjebak dalam kebakaran.  Adik ku juga yang ada di perut Ibu ikut bersama mereka. Kemudian aku diasuh Tante Hana, tapi… malah berakhir seperti ini.  Aku diculik dan dijadikan pengemis”
Ha?… jadi dia sudah kehilangan…
 “Aku selalu ingin kabur dari tempat ini.  Aku tidak suka di sini.  Aku selalu disakiti. Digo, kau lihat orang-orang yang ada di sana, di sana, di sana dan di sana?”  ujarnya sambil menunjuk orang-orang yang bertampang kriminal yang berada di mana-mana.  Mereka menyebar seolah membentuk sebuah pola yang menutup semua perbatasan untuk kabur dari tempat itu.
“Mereka adalah suruhan Bos Tatang, dia yang membuat hidupku seperti ini.  Kami tidak ada yang bisa melawannya, bahkan polisi tidak bisa kami andalkan.”
Aku melihat air matanya mengalir begitu deras. Pedih.  Yah, aku harus akui itu.  Sudah ditinggalkan orang tua, diculik dan dijadikan budak seperti ini. 
Kruyukkkk….
Bunyi perutnya begitu nyaring terdengar.  Entah sudah berapa lama tidak ada yang mengisi perutnya itu.  Tubuhnya tampak kurus, matanya begitu sayu, tubuhnya penuh luka.  Walau begitu, dia masih berusaha untuk tegar.  Mengagumkan, aku harus akui itu. Pelukan ini.  Dia memelukku begitu tulus.  Dia kesepian selama ini.  Aku harap aku bisa lakukan sesuatu padamu.  Mungkin setidaknya bisa membantumu untuk mendapatkan makanan untuk mengisi perutmu.
Aku menghela nafas sejenak lalu mengucapkan mantra. Pelan-pelan, semua orang yang lewat menyisihkan uang untuk memberikannya pada Syayyraa.  Pelan-pelan mangkuk kecilnya mulai dipenuhi uang.  Bibirnya mulai membentuk senyuman.  Dia bahagia sekali.  Segera dia masukkan uangnya ke kantung lalu dia pergi bersamaku.  Mencari sesuap makanan untuk mengisi perutnya.
Menatapnya yang makan nasi goreng dengan lahap.  Membuatku bangga juga.  Aku bisa membuat orang tersenyum seperti itu.  Senyum ya, hm… selama ini setiap aku ada, semua orang selalu lari dan takut.  Karena aku punya kekuatan ini. Tidak seperti dia yang harus merasakan kehilangan, aku memang terlahir tanpa Ayah dan Ibu.  Dibesarkan dalam kehidupan yang keras.  Semua orang mencemoohku karena aku punya kekuatan yang merusak.  Aku tidak pernah tahu kenapa aku punya kekuatan ini.  Kemudian aku coba belajar untuk bisa mengontrolnya.
Aku coba menolong orang dengan kekuatanku ini, tapi semua berakhir sama.  Dicemooh dan ditakuti.  Dasar makhluk tidak tahu terima kasih.  Setelah itu, karena muak dengan semua ini.  Aku pergi, pergi kemana pun kakiku membawaku.  Setiap tempat sama saja, semua selalu takut denganku. Kemudian aku menjadi seperti ini.

Tunggu dulu, sihirku?  Selama ini aku tidak pernah bisa menggunakan sihirku pada orang lain.  Hanya pada wujud fisikku saja dan membuatku bisa berubah bentuk menjadi segala jenis boneka, tapi… tadi?. Aku jadi ingat kata Pak tua itu selalu mengatakan kekuatanku akan kembali jika aku menemukan seorang yang bisa menunjukkan betapa berartinya sebuah boneka.  Apakah Syayyraa adalah orang itu?  Orang yang akan bisa membuatku lepas dari kutukan ini?. Aku tersenyum.  Melihat senyumannya yang begitu polos saat menyantap nasi goreng yang baru saja dia beli.

“Digo. Yuk, kita pergi dari sini.”
Diraihnya aku lalu dia berjalan menjauh dari sana. Entah mau dibawa kemana aku, apa dia mau mengemis lagi ataukah dia mau kembali ke tempat dimana ada orang jahat itu.  Entahlah.
“Mas, tolong perbaiki bonekaku.  Kasih dia mata dan jahit bagian tangannya yang robek!” ujarnya memberikanku pada seorang penjahit boneka.
Aku diperbaiki.  Dia menambahkan satu mataku, menjahit tanganku yang robek, juga memperbaiki beberapa bagian lain.  Telingaku juga agak robek.  Dia membuatku seolah tampak baru lagi. Setelah selesai, dia memelukku begitu erat.
“Kau semakin tampan sekarang.  Semakin imut!  hehe…”  ujarnya memelukku gemas.  Aku tertawa, dia tidak tahu kalau aku juga seorang gadis dan dia mengatakan aku tampan.  Dia tidak menganggapku sebagai boneka, tapi sebagai sahabat dan dijaga begitu tulus.
            Kemudian kami kembali ke tempat dimana orang-orang jahat itu menampung anak-anak jalanan seperti Syayyraa. Sudah hampir saatnya untuk menyetor hasil hari ini pada si Tatang.  Hhh, aku ingat sekali kemarin kau diinjak-injak olehnya karena hanya membawaku tanpa membawa uang sama sekali.
Dia membuka pintu dan dengan wajahnya yang ada bekas jahitan di bagian pipinya.  Tubuhnya tinggi kurus, kedua lengannya bertato dengan berbagai motif-motif yang semakin dilihat semakin membuat aku ingin muntah.  Dilihat dari segi manapun, lelaki ini sangat buruk.  Luar dalam! Hanya saja ada yang menggangguku, ada aura aneh dari lelaki itu.  Seolah ada semacam kekuatan aneh dalam dirinya.
Syayyraa memberi hasil setoran.  Aku melihat dia dipuji dan rambutnya dielus dengan kasar.  Lalu dia memberikan sepiring makanan dengan nasi, ayam, dan tempe.
Aku dan Syayyraa menatap Bulan dari jendela.  Bulan purnama.  Indah sekali, dia bersinar begitu terang. Tiba-tiba Syayyra dipanggil oleh anak buah Tatatng.  Aku dititipkan pada Eghi temannya.  Karena Syayyraa takut aku diapa-apakan lagi jika dia bawa ku.  Dia benar-benar mengkhawatirkan aku.
Sudah 15 menit.  Syayyraa tidak kunjung kembali.  Aneh, apa yang terjadi. Eghi, temannya Syayyraa juga semakin tidak nyaman.  Dia dengan hati-hati mencoba berjalan membawaku untuk ke ruangan Tatang.  Bagus Eghi, aku tahu kau juga khawatir pada Syayyraa.
Aneh, tidak ada penjaganya. Pintunya juga tidak terkunci. Agak terbuka sedikit malah. Eghi mencoba mengintip dan aku juga berusaha melihat. Namun seperti ada sebuah belati menancap tepat didadaku. Terlihat di sana tubuh Syayyraa tergeletak tidak berdaya. Ada beberapa sesajen, lilin, dan beberapa alat ritual di sekeliling Syayyraa.
Tidak… Syayyraa, kenapa?  Andai saja kau membawaku.  Pasti aku… Hatiku menjerit, meraung atas tidak bisanya aku melindunginya.
“HENTIKAN!”  teriak Eghi.  Dia masuk dan ingin menyerang Tatang, tapi dengan sekali ayunan tangan, dia terlempar dan aku juga terlepas dari tangannya jatuh ke dekat tubuh Syayyra.
“ dasar anak sialan!” ucapnya menatap Eghi dengan bercak-bercak darah dimukanya. Eghi pun pingsan.
Aku tendang dia.  Dia kaget melihat orang yang baru di bunuhnya kembali bangun.  “Ka…kau! Aku sudah membunuhmu tadi!  Kenapa kau…?”
Aku tidak pedulikan ocehannya.  Aku ambil boneka beruang yang ada di dekatku. Kini aku memakai tubuh Syayyraa.  Syayyraa, aku akan balaskan kematianmu.  Dia akan menerima akibatnya.  Kini aku sadar, aura yang terus-menerus menghantui seluruh ruangan.  Aura itu ternyata darinya, dari siluman yang ada dalam tubuhnya. Dasar iblis.  Pasti dia melakukan semacam ritual untuk memberi makan siluman yang ada di dalam dirinya demi mendapatkan kekuatan.
“Aku akan membunuhmu!”  ujarku dengan tubuh Syayyraa.
“HA HA HA.  Kau pikir bisa membunuhku.  Lihat ini!”  dia mengambil sebuah pistol dan menembakkan ke kepalanya sendiri.  Pelurunya jatuh dan tidak bisa menembus kulitnya.  “Dengan kekuatan yang ku punya.  Aku tidak akan bisa ter…”
Dia terlempar dan menghantam sebuah meja, karena terkena serangan dari sihirku.  “Tapi, itu tidak berlaku untukku!”
Dia berusaha bangun.  Dia menatapku kesal.  “Si…siapa kau?  Kau berbeda dengan bocah itu.”
“Aku adalah Sterra dan aku akan menghabisimu!”  aku berteriak sambil mengeluarkan bola hitam dari tangan kiriku, sementara tangan kananku terus memeluk boneka beruang ini.  Tapi, dia berhasil menangkisnya.  Dia menyatukan tangannya lalu komat-kamit membaca mantra.  Tiba-tiba burung-burung gagak muncul dari belakangnya.  Burung-burung itu menyerangku.  Aku hanya membaca sebuah mantra lalu menghancurkan mereka semua sebelum bersentuhan denganku.
“Kau dan siluman bodohmu itu bukan tandinganku!”
Dia semakin geram dan juga panik, aku bisa melihat dari matanya.
Tiba-tiba dari pintu puluhan anak buah Tatang datang dengan mengeluarkan senjata api ke arahku. Dasar manusia sampah!  Secara berbarengan mereka semua menembak ku.  Aku cukup mengibaskan tangan dan semua peluru lenyap begitu saja, bahkan semua orang di sana kecuali Tatang langsung terlempar dan pingsan.
Saat itulah tubuh Tatang seperti membengkak, membesar hingga bajunya robek dan terlihat taring, tanduk, kukunya bermunculan dan memanjang.  Kulitnya menjadi hitam mulutnya berubah menjadi moncong seperti sapi.  Dia kini tampak seperti kerbau tapi bertaring.
“Aku tidak pernah menunjukkan wujud asliku, tapi dengan ini kau akan mati!”  dia membuka mulutnya kemudian keluar sebuah energi yang pelan-pelan semakin besar dan berwarna merah sperti api.
  kalau begitu.  Aku juga tunjukkan padamu, kekuatanku yang sebenarnya!”  aku mengucapkan mantra.  Membentuk semua energi di tangan ku.  Energi itu berkumpul semakin kuat, seolah siap untuk meledak kapan saja.
Kami bersamaan menembakkan serangan kami.  Kedua serangan kami bertubrukan dan membuat ledakan besar. Sihingga membuat Tatang terhempas dan jatuh tak berdaya. Dia pun lenyap.
Aku peluk lagi boneka yang dulu menjadi tempat aku disegel.  Kini aku sudah lepas dari segel Pak Tua Bangka itu.  Hhhh… kini aku harus mulai hidupku yang baru.  Menjadi Syayyraa.  Tapi, boneka ini… Boneka Syayyraa.  Boneka yang begitu dia sayangi.  Aku simpan saja, aku anggap saja dia sebagai Syayyraa.  Aku akan sayangi dan merawatnya.  Kini aku tahu, apa arti boneka bagi seseorang yang sungguh sayang padanya.
Aku berjalan menjauh dari tempat yang selalu menyiksa Syayyraa.  Memulai hidupku sebagai Syayyraa. Berawal dari sebuah kutukan kini aku sadar dan ingin menjalani hidupku yang baru. Meskipun awalnya sangat menyakitkan namun aku banyak belajar dari ini semua.
~Tamat~
Ya, kata tamat itu mengakhiri cerita ku. Aku seakan keluar dari dunia imajinasi ku dan kembali ke dunia yang sebenarnya. Dunia yang lebih kejam dari cerita terkejam sekali pun. Karna cerita hanya sebatas bualan seseorang, namun di dunia nyata kau harus siap menerima apapun yang lebih pahit dari sebuah cerita.


KAMU



Kamu pernah bertanya "Apa sih yang membuatku sedemikian sayang padamu?". Dan ketika itu aku masih terbuai dalam asmara mendalam padamu hingga tak dapat menuturkannya dalam baris aksara. Tapi kini setelah tak ada lagi sosokmu dalam keseharianku, baru kutemukan jawaban atas pertanyaanmu itu.
Bersamamu aku menjadi diri sendiri, tanpa topeng penuh sandiwara. Di pelukanmu aku bebas menuangkan segala bahagia maupun duka yang menumpuk di pundakku. Goresan senyum tulus penuh kasihmu meluruhkan semua beban berat yang bergelayut memperberat langkahku. Perhatian sederhana namun ikhlasmu mengobati semua jerih dan perih yang ku terima setiap harinya.
Apa bahagia terbesar dalam hidupku? Pernah memilikimu, berbagi segala suka dan duka bersamamu, melewati hari-hari dengan melihat senyum manismu, terbuai dan terlelap dalam pelukan hangatmu, melangkah pasti tanpa ada ragu karena ada kamu di sisiku.
Aku tak ingin melepasmu, sama halnya seperti seorang anak kecil yang enggan beranjak dari dekapan ibunya. Namun aku bisa apa? Kebulatan tekad hatimu dan kerasnya pendirianmu tak dapat ku kalahkan meski dengan berbagai bujuk dan rayu.
Dulu, kamu yang mengenalkan aku pada cinta, mengajarkan aku arti sebuah sayang dan perhatian, menunjukkan aku bagaimana caranya untuk tersenyum bahagia. Tapi kamu lupa untuk mengajarkanku bagaimana caranya bertahan dari luka dan perih atas sebuah kehilangan. Kamu pergi dalam sekejap mata, meninggalkanku yang hanya bisa terdiam tanpa mampu berbuat apa-apa. Aku lemah tak berdaya bahkan untuk memelukmu tuk yang terakhir kalinya pun tubuhku lunglai tak dapat bergerak.
Melihatmu tersenyum itu lebih indah daripada menunggu pelangi selepas hujan, lebih hangat daripada jingga mentari pagi. Tapi kini dari setiap senyumanmu yang dilukis olehnya membuat hatiku semakin tergores. Ya, aku terluka tergores cinta masa lalu. Cinta pertama yang begitu indah. Cinta pertama yang begitu besar hingga aku pun tak tahu bagaimana caranya untuk memadamkan itu.
Aku, disini, merindukanmu. Sosok yang tak lagi sudi walau hanya sekedar tuk melihat apalagi menyapaku. Doaku senantiasa untuk bahagiamu. Kamu cinta pertama yang akan selalu punya tempat khusus di hatiku.
Biarkan semua lembar penuh kenangan akan kita menjadi pelipur lara dikala sepi merangkulku. Perjalanan kita kelak akan ku ceritakan pada penerusku. Kamu adalah salah satu bagian terindah dalam lembar hidupku. Apa yang pernah tertulis di hatiku, tak akan dapat dihapus oleh siapapun. Kamu, masa lalu terindah yang kini harus kurelakan untuk pergi berlalu menjauh dariku, untuk selamanya.







Pagi.. Pagi yang tak terlalu cerah, tak sama seperti kemarin. Suasana sejuk, dingin terasa menusuk tulang.. Kicauan burung tak terdengar kala itu. Angin, yah, hanya angin yang kurasakan. Hanya mengepal tangan, memeluk diriku sendiri, yang sempat memeluk hangatnya dirimu walau tak lama. Sekitar ku basah, basah karena hujan membasahi bumi kala itu.. Iya, hujan juga pernah pertemukan kita yang menjadi cinta (walau tak lama). Do you remember ?

Termenung ku di kursi, merasakan dinginnya udara, seperti dinginnya dirimu kala itu. Termenung aku berfikir apa yang menyebabkanmu pergi? Aku tak mengerti, aku tak paham. Air sungai mengalir tanpa henti, sama seperti pikiranku yang tak henti berfikir bagaimana bisa kamu pergi.

Secangkir teh yang menghangatkanku, menyegarkan pikiranku yang kusut karenamu. Kosong tatapanku walau sebenarnya aku bisa melihat, aku mampu, dan aku juga tak bisa dan tak mampu membuatmu kembali. Ya, sekarang kamu miliknya, miliknya yang tak mungkin aku pinta 'tuk kembali. Bukan lagi tanggung jawabku menjagamu, tapi bukan berarti aku jauh darimu, aku tetap ada untukmu.


Ya, inilah aku.. Inilah aku saat ini.. Sendiri menikmati kesepian hati. Aku sendiri yang perindu, tak surut harapan untuk menanti. Hatiku berkata "kamu tak akan pernah bisa merasakan indahnya dicintai dengan tulus, jika kamu tak pernah disakiti" walau sebenarnya aku ingin dicintai dengan tulus, dan tak ingin disakiti :')

Terlalu banyak cerita, terlalu banyak kisah, yang tak mampu aku ungkapkan.

"Jangan menunggu untuk sesuatu yang baik untukmu"