Ku siapkan
diri ku untuk menghabiskan waktu ku didepan computer untuk menulis karya tulis
cerpen sebagai nilai tugas Bahasa Indonesia. Sejujurnya aku suka menulis. Bagi
ku menulis sangat menyenangkan. Karena aku bebas menuliskan apapun, menjadi
siapapun dalam tulisan ku, dan menciptakan dunia ku sendiri yang berasal dari
imajinasiku dan membuatnya menyenangkan. Tapi kendala ku saat ini aku harus
membuat cerpen berdasarkan pengalaman ku. Sungguh ketika Bu Heni mengatakan
bahwa kami ditugaskan untuk membuat cerpen, langsung terbesit ide-ide dalam
otak ku. Namun itu semua kandas ketika ia menambahkan bahwa cerpen itu harus
berdasarkan pengalaman. Seakan kiamat 2012 benar-benar terjadi dalam otak ku
yang menghancur-leburkan semua ide-ide ku.
Aku benci
harus menuliskan pengalaman ku. Tak akan ada yang menarik dari itu. Untuk
memikirkan semua hal yang telah ku lalui selama 16 tahun pun aku malas. Tak ada
yang menarik. Hidup ku seperti rentetan rutinitas yang ku ulangi setiap
harinya. Aku selalu menginginkan kehidupan yang sempurna, namun sepertinya aku
terlalu banyak menghayal. Tak akan ada hidup yang sempurna, dan perlu ku
perjelas ini bukan di dunia hayalan.
Ku pejamkan
mataku seraya berfikir apa yang harus ku ceritakan di dalam cerpen ini.
Jari-jemari ku sudah bersiap untuk menuliskan apa yang terlintas di otakku
seperti seorang bawahan yang siap menerima perintah dari atasannya. Semuanya
sudah bersiap dengan tugasnya. Dan aku pun memaksa otak ku untuk berfikir lebih
cepat. Dan akhirnya seperti matahari yang kembali terbit setelah kehancuran
yang menghancurkan semua ide-ide ku. Ya, itu bukan akhir dari karya tulis ini.
Aku tak pernah kehilangan akal untuk masalah ini. Dan kini ku pacu jemari ku
untuk bergerak cepat menari-nari di atas keyboard dan menuliskan kata-kata
hingga terangkai menjadi sebuah cerita.
Ya, kali ini
aku akan membuat cerpen di dalam cerpen. Bu Heni ingin aku membuat cerpen
berdasaekan pengalaman, dan pengalaman yang ku ceritakan ini adalah pengalaman
ku membuat cerpen ini. Cerpen ku akan pengalaman membuat cerpen tentang “Boneka
Syayyraa”. Terinspirasi dari adek ku yang sangat menyayangi bonekanya. Padahal
itu hanya sebuah boneka. Ia bahkan memperlakukan bonekanya layaknya seorang
teman. Dan cerita itu pun ku mulai dari sini.
Sang surya
kembali menampakkan dirinya. Dengan kegagahannya ia kembali ke singgasananya. Aku
seperti terlahir kembali. Bukan seperti aku yang dulu, melain aku yang akan
memulai lagi satu bab dalam hidup ku dan melupakan aku yang dulu.
Semua berawal
ketika aku menghancurkan semua boneka untuk pemanggilan roh para leluhur. Semua
orang hanya bisa menyaksikannya dengan mimik yang bingung. Ingin marah namun
ketakutan mereka padaku lebih besar. Ya, akulah sterra. Semua orang mengenal
ku, tapi aku yakin tidak ada satu pun dari mereka yang menyukai ku. Aku kejam,
itu lah presepsi mereka. Sebenarnya aku selalu berusah untuk disukai. Namun
setiap perbuatan baik yang ku lakukan selalu berakhir bencana untuk orang lain.
Aku tidak tahu mengapa. Tapi yang pasti aku muak karena itu. Aku benci pada
semua orang karena tak ada satu pun yang dapat mengerti, karena sesungguhnya
aku hanya ingin dimengerti.
“Sudah aku bilang, jangan memerintahku. Aku
tidak akan menerima perintah dari siapapun, apalagi darimu pak tua!”
teriakku saat dia menceramahiku dengan kata-kata sok bijaknya.
“Tapi, kamu sudah berani
mengganggu ritual kami. Ritual yang sangat sakral bagi kami. Kau
menghancurkan semua properti boneka yang kami sudah buat hanya karena masalah
sepele!” balas kakek tua itu padaku.
“Boneka jelek itu apa bagusnya,
pak tua. Boneka itu hanyalah benda tak bernyawa!”
Kakek itu tertawa kecil.
“Kau tidak akan mengerti. Boneka itu adalah boneka untuk pemanggilan roh
para leluhur. Tapi, sepertinya kau benar-benar tidak peduli dengan semua
itu. Sudah lama rakyat tidak suka dengan sikap egoismu itu, Sterra!”
“ aku tidak peduli dengan
ceramahmu, pak tua! Sekarang menyingkir atau kau akan mendapat pelajaran
dariku!” teriakku sambil mengeluarkan bola hitam dari telapak tenganku.
Bola-bola itu meluncur dengan cepat ke arahnya. Tapi, semuanya lenyap
seperti asap sebelum menyentuhnya.
Kemudian dia
mengambil sesuatu dari jubahnya. Sebuah boneka kayu yang belum berbentuk
apa-apa. Hanya boneka kayu biasa. “Sekarang kau harus bisa mengerti
apa arti sebuah boneka. Karena itu, kau akan aku buat paham apa artinya
boneka bagi manusia…”
“ Aaaaa….. apa iniiii…..” jerit ku.
Setelah kejadian itu. Aku terperangkap dalam wujud ini. Wujud boneka. Bodohnya aku
terjebak di sini. Di dalam sebuah boneka selama ratusan tahun.
Menyebalkan, entah sampai kapan. Coba saja bukan karena kutukan dari Pak
tua itu. Bisa-bisanya dia membuatku terus berada di sini. Sudah
berkali-kali aku berpindah tangan, tapi tidak kunjung aku menemukan seseorang
yang bisa mengeluarkanku dari sini. Memang dengan kekuatanku, aku bisa
menjadi boneka jenis apa saja. Entah sudah berapa kali aku ganti majikan,
tapi semua berakhir di sini. Tempat sampah. Setelah aku sudah mulai
tampak lusuh, mulai membosankan, selalu berakhir dengan dibuang dan
dilupakan. Aku tidak bisa berubah bentuk atau memperbaiki diri jika aku
masih bersama majikan yang sama, karena aku tidak mau dia berpikir macam-macam
dan menganggapku boneka berhantu.
Saat bersama
majikan pun, kadang memang menyenangkan, dipeluk-peluk oleh mereka. Tapi,
aku benci kalau mereka marah. Kebanyakan aku jadi pelampiasan, dibanting,
di pukul, di tendang, kadang malah tubuhku disobeki. Jadi apa yang bagus
dari sebuah boneka?
Sudah ratusan
tahun aku melewati hidupku dalam boneka ini. Tapi, lihat. Selalu
saja aku jadi begini. Dibuang dan kau mengutukku di sini karena aku
merusak boneka? Pada intinya, boneka selalu menjadi sampah akhirnya.
Sekarang aku berpikir, jadi boneka apa aku sekarang. Boneka beruang
Burung? Manusia kah? Hm……
“Wah, manisnya…”
Tiba-tiba saja
suara itu terdengar. Aku menatap seorang anak perempuan, matanya hitam
bening dan bulat, baju terusannya lusuh dan penuh tambalan, banyak pula luka goresan
di sana
sini. Dia berjongkok di hadapanku menatapku. Hei, bodoh… kau sadar
tidak yang kau lihat ini adalah boneka kusam dengan begitu banyak bagian yang
robek, kapas-kapasku keluaran, mataku juga lepas satu, bulu-bulu coklatku
begitu kotor. Kenapa kau menatapku begitu?
“Siapa namamu beruang
manis?” ujarnya dengan polos sambil mengambilku dan memelukku.
“Tidak punya nama ya? Oke,
aku akan panggil kamu Digo dari sekarang. Nama yang sangat aku sukai.”
Suara lembutnya terdengar jelas di telangaku.
Kemudian
dia berjalan sambil memelukku dengan erat. Sepertinya dia sangat senang. Hhh…
apa yang dia fikirkan. Aku ini hanya boneka kusam yang…hhhh.
“Hei, kau! Apa
yang kau bawa itu?” Tiba-tiba seorang laki-laki yang berdiri didrpan
pintu berteriak. Seperti seorang penguasa saja.
“ I…ini hanya
boneka. Aku temukan di tempat sampah.”
“ benda
ini tidak penting. Sini berikan, biar aku buang! ”
“Jangan.
Tolong jangan ambil boneka ini!” Anak itu memelas.
“Ya sudah,
sekarang mana uangnya?”
Bocah itu menunduk.
Tubuhnya gemetaran, terasa sekali. “A…aku tidak punya apa-apa. Aku
tidak dapat uang sama sekali…”
“APA?
Kau tidak bawa apa-apa selain boneka ini? Dasar!”
Tiba-tiba
aku dirampas, dibanting di lantai lalu ingin diinjak. Tapi, betapa
tercengangnya aku, bocah perempuan itu menahan kaki itu dengan tubuhnya.
Dia memelukku dengan erat. Dia menerima injakan itu. Telingaku
panas saat mendengar suara injakan ke tubuh mungil bocah ini dan dia menangis
menahan sakit. Kemudian lelaki itu pergi dan anak perempuan itu bersender di
dinding. Aku tahu pasti punggung bocah ini memar. Dia tersenyum
padaku, “kau tidak apa-apa, Digo?”
Bodoh,
kenapa kau khawatirkan aku? Aku ini boneka! Dan boneka tidak merasakan
sakit. Pikirkan dirimu sendiri, lihat dirimu. Tubuhmu memar-memar pasti
karena injakan itu. “Oh ya, aku sampai lupa. Namaku, Syayyraa… kita
bersahabat ya… Digo.” Aku bingung. Kenapa, kenapa dia lakukan itu?
Hari
ini. Dia mengemis lagi. Dia duduk di pinggir jalan. Tubuhnya masih
penuh luka. Semua itu akibat siksaan yang dia dapat karena dirinya tidak
dapat uang kemarin. Kenapa ya, dia tidak kabur saja. Kenapa?
Padahal sekarang kalau dia mau, dia bisa saja pergi dari tempat itu.
“Digo, pasti
kau jijik berteman denganku. Gadis pengemis yang memakai baju lusuh
seperti ini.”
Terbalik,
bodoh. Seharusnya aku yang bilang begitu, perhatikan aku baik-baik dengan
kedua bola matamu. Lihat kondisi tubuhku yang kusam dan lusuh ini.
“Aku sudah
kehilangan kedua orang tuaku, Ayah meninggal karena sakit, Ibu meninggal karena
terjebak dalam kebakaran. Adik ku juga yang ada di perut Ibu ikut bersama
mereka. Kemudian aku diasuh Tante Hana, tapi… malah berakhir seperti ini.
Aku diculik dan dijadikan pengemis”
Ha?…
jadi dia sudah kehilangan…
“Aku selalu ingin kabur dari tempat ini.
Aku tidak suka di sini. Aku selalu disakiti. Digo, kau lihat orang-orang
yang ada di sana, di sana,
di sana dan di sana?” ujarnya sambil menunjuk
orang-orang yang bertampang kriminal yang berada di mana-mana. Mereka
menyebar seolah membentuk sebuah pola yang menutup semua perbatasan untuk kabur
dari tempat itu.
“Mereka adalah
suruhan Bos Tatang, dia yang membuat hidupku seperti ini. Kami tidak ada
yang bisa melawannya, bahkan polisi tidak bisa kami andalkan.”
Aku melihat
air matanya mengalir begitu deras. Pedih. Yah, aku harus akui itu.
Sudah ditinggalkan orang tua, diculik dan dijadikan budak seperti ini.
Kruyukkkk….
Bunyi
perutnya begitu nyaring terdengar. Entah sudah berapa lama tidak ada yang
mengisi perutnya itu. Tubuhnya tampak kurus, matanya begitu sayu,
tubuhnya penuh luka. Walau begitu, dia masih berusaha untuk tegar.
Mengagumkan, aku harus akui itu. Pelukan ini. Dia memelukku begitu
tulus. Dia kesepian selama ini. Aku harap aku bisa lakukan sesuatu
padamu. Mungkin setidaknya bisa membantumu untuk mendapatkan makanan
untuk mengisi perutmu.
Aku
menghela nafas sejenak lalu mengucapkan mantra. Pelan-pelan, semua orang yang
lewat menyisihkan uang untuk memberikannya pada Syayyraa. Pelan-pelan
mangkuk kecilnya mulai dipenuhi uang. Bibirnya mulai membentuk
senyuman. Dia bahagia sekali. Segera dia masukkan uangnya ke
kantung lalu dia pergi bersamaku. Mencari sesuap makanan untuk mengisi
perutnya.
Menatapnya
yang makan nasi goreng dengan lahap. Membuatku bangga juga. Aku
bisa membuat orang tersenyum seperti itu. Senyum ya, hm… selama ini
setiap aku ada, semua orang selalu lari dan takut. Karena aku punya
kekuatan ini. Tidak seperti dia yang harus merasakan kehilangan, aku memang
terlahir tanpa Ayah dan Ibu. Dibesarkan dalam kehidupan yang keras.
Semua orang mencemoohku karena aku punya kekuatan yang merusak. Aku tidak
pernah tahu kenapa aku punya kekuatan ini. Kemudian aku coba belajar
untuk bisa mengontrolnya.
Aku coba menolong orang dengan
kekuatanku ini, tapi semua berakhir sama. Dicemooh dan ditakuti. Dasar
makhluk tidak tahu terima kasih. Setelah itu, karena muak dengan semua
ini. Aku pergi, pergi kemana pun kakiku membawaku. Setiap tempat
sama saja, semua selalu takut denganku.
Kemudian aku menjadi seperti ini.
Tunggu dulu, sihirku? Selama
ini aku tidak pernah bisa menggunakan sihirku pada orang lain. Hanya pada
wujud fisikku saja dan membuatku bisa berubah bentuk menjadi segala jenis
boneka, tapi… tadi?. Aku jadi ingat kata Pak tua itu selalu mengatakan
kekuatanku akan kembali jika aku menemukan seorang yang bisa menunjukkan betapa
berartinya sebuah boneka. Apakah Syayyraa adalah orang itu? Orang
yang akan bisa membuatku lepas dari kutukan ini?. Aku tersenyum. Melihat
senyumannya yang begitu polos saat menyantap nasi goreng yang baru saja dia
beli.
“Digo. Yuk,
kita pergi dari sini.”
Diraihnya
aku lalu dia berjalan menjauh dari sana.
Entah mau dibawa kemana aku, apa dia mau mengemis lagi ataukah dia mau kembali
ke tempat dimana ada orang jahat itu. Entahlah.
“Mas, tolong
perbaiki bonekaku. Kasih dia mata dan jahit bagian tangannya yang robek!”
ujarnya memberikanku pada seorang penjahit boneka.
Aku
diperbaiki. Dia menambahkan satu mataku, menjahit tanganku yang robek,
juga memperbaiki beberapa bagian lain. Telingaku juga agak robek.
Dia membuatku seolah tampak baru lagi. Setelah selesai, dia memelukku begitu
erat.
“Kau semakin
tampan sekarang. Semakin imut! hehe…” ujarnya memelukku
gemas. Aku tertawa, dia tidak tahu kalau aku juga seorang gadis dan dia
mengatakan aku tampan. Dia tidak menganggapku sebagai boneka, tapi
sebagai sahabat dan dijaga begitu tulus.
Kemudian kami kembali ke tempat
dimana orang-orang jahat itu menampung anak-anak jalanan seperti Syayyraa.
Sudah hampir saatnya untuk menyetor hasil hari ini pada si Tatang. Hhh,
aku ingat sekali kemarin kau diinjak-injak olehnya karena hanya membawaku tanpa
membawa uang sama sekali.
Dia
membuka pintu dan dengan wajahnya yang ada bekas jahitan di bagian
pipinya. Tubuhnya tinggi kurus, kedua lengannya bertato dengan berbagai
motif-motif yang semakin dilihat semakin membuat aku ingin muntah.
Dilihat dari segi manapun, lelaki ini sangat buruk. Luar dalam! Hanya
saja ada yang menggangguku, ada aura aneh dari lelaki itu. Seolah ada
semacam kekuatan aneh dalam dirinya.
Syayyraa
memberi hasil setoran. Aku melihat dia dipuji dan rambutnya dielus dengan
kasar. Lalu dia memberikan sepiring makanan dengan nasi, ayam, dan tempe.
Aku
dan Syayyraa menatap Bulan dari jendela. Bulan purnama. Indah sekali,
dia bersinar begitu terang. Tiba-tiba Syayyra dipanggil oleh anak buah Tatatng.
Aku dititipkan pada Eghi temannya. Karena Syayyraa takut aku diapa-apakan
lagi jika dia bawa ku. Dia benar-benar mengkhawatirkan aku.
Sudah
15 menit. Syayyraa tidak kunjung kembali. Aneh, apa yang terjadi.
Eghi, temannya Syayyraa juga semakin tidak nyaman. Dia dengan hati-hati
mencoba berjalan membawaku untuk ke ruangan Tatang. Bagus Eghi, aku tahu
kau juga khawatir pada Syayyraa.
Aneh,
tidak ada penjaganya. Pintunya juga tidak terkunci. Agak terbuka sedikit malah.
Eghi mencoba mengintip dan aku juga berusaha melihat. Namun seperti ada sebuah
belati menancap tepat didadaku. Terlihat di sana tubuh Syayyraa tergeletak tidak berdaya.
Ada beberapa
sesajen, lilin, dan beberapa alat ritual di sekeliling Syayyraa.
Tidak…
Syayyraa, kenapa? Andai saja kau membawaku. Pasti aku… Hatiku
menjerit, meraung atas tidak bisanya aku melindunginya.
“HENTIKAN!”
teriak Eghi. Dia masuk dan ingin menyerang Tatang, tapi dengan sekali ayunan
tangan, dia terlempar dan aku juga terlepas dari tangannya jatuh ke dekat tubuh
Syayyra.
“ dasar anak
sialan!” ucapnya menatap Eghi dengan bercak-bercak darah dimukanya. Eghi pun
pingsan.
Aku
tendang dia. Dia kaget melihat orang yang baru di bunuhnya kembali
bangun. “Ka…kau! Aku sudah membunuhmu tadi! Kenapa kau…?”
Aku
tidak pedulikan ocehannya. Aku ambil boneka beruang yang ada di dekatku.
Kini aku memakai tubuh Syayyraa. Syayyraa, aku akan balaskan
kematianmu. Dia akan menerima akibatnya. Kini aku sadar, aura yang
terus-menerus menghantui seluruh ruangan. Aura itu ternyata darinya, dari
siluman yang ada dalam tubuhnya. Dasar iblis. Pasti dia melakukan semacam
ritual untuk memberi makan siluman yang ada di dalam dirinya demi mendapatkan
kekuatan.
“Aku akan
membunuhmu!” ujarku dengan tubuh Syayyraa.
“HA HA
HA. Kau pikir bisa membunuhku. Lihat ini!” dia mengambil
sebuah pistol dan menembakkan ke kepalanya sendiri. Pelurunya jatuh dan
tidak bisa menembus kulitnya. “Dengan kekuatan yang ku punya. Aku
tidak akan bisa ter…”
Dia terlempar
dan menghantam sebuah meja, karena terkena serangan dari sihirku. “Tapi,
itu tidak berlaku untukku!”
Dia berusaha
bangun. Dia menatapku kesal. “Si…siapa kau? Kau berbeda
dengan bocah itu.”
“Aku adalah
Sterra dan aku akan menghabisimu!” aku berteriak sambil mengeluarkan bola
hitam dari tangan kiriku, sementara tangan kananku terus memeluk boneka beruang
ini. Tapi, dia berhasil menangkisnya. Dia menyatukan tangannya lalu
komat-kamit membaca mantra. Tiba-tiba burung-burung gagak muncul dari
belakangnya. Burung-burung itu menyerangku. Aku hanya membaca
sebuah mantra lalu menghancurkan mereka semua sebelum bersentuhan denganku.
“Kau dan
siluman bodohmu itu bukan tandinganku!”
Dia semakin
geram dan juga panik, aku bisa melihat dari matanya.
Tiba-tiba
dari pintu puluhan anak buah Tatang datang dengan mengeluarkan senjata api ke
arahku. Dasar manusia sampah! Secara berbarengan mereka semua
menembak ku. Aku cukup mengibaskan tangan dan semua peluru lenyap begitu
saja, bahkan semua orang di sana
kecuali Tatang langsung terlempar dan pingsan.
Saat
itulah tubuh Tatang seperti membengkak, membesar hingga bajunya robek dan
terlihat taring, tanduk, kukunya bermunculan dan memanjang. Kulitnya
menjadi hitam mulutnya berubah menjadi moncong seperti sapi. Dia kini
tampak seperti kerbau tapi bertaring.
“Aku tidak
pernah menunjukkan wujud asliku, tapi dengan ini kau akan mati!” dia
membuka mulutnya kemudian keluar sebuah energi yang pelan-pelan semakin besar
dan berwarna merah sperti api.
“ kalau begitu. Aku juga tunjukkan
padamu, kekuatanku yang sebenarnya!” aku mengucapkan mantra.
Membentuk semua energi di tangan ku. Energi itu berkumpul semakin kuat,
seolah siap untuk meledak kapan saja.
Kami
bersamaan menembakkan serangan kami. Kedua serangan kami bertubrukan dan
membuat ledakan besar. Sihingga membuat Tatang terhempas dan jatuh tak berdaya.
Dia pun lenyap.
Aku
peluk lagi boneka yang dulu menjadi tempat aku disegel. Kini aku sudah
lepas dari segel Pak Tua Bangka itu. Hhhh… kini aku harus mulai hidupku
yang baru. Menjadi Syayyraa. Tapi, boneka ini… Boneka Syayyraa.
Boneka yang begitu dia sayangi. Aku simpan saja, aku anggap saja dia
sebagai Syayyraa. Aku akan sayangi dan merawatnya. Kini aku tahu,
apa arti boneka bagi seseorang yang sungguh sayang padanya.
Aku
berjalan menjauh dari tempat yang selalu menyiksa Syayyraa. Memulai
hidupku sebagai Syayyraa. Berawal dari sebuah kutukan kini aku sadar dan ingin
menjalani hidupku yang baru. Meskipun awalnya sangat menyakitkan namun aku
banyak belajar dari ini semua.
~Tamat~
Ya,
kata tamat itu mengakhiri cerita ku. Aku seakan keluar dari dunia imajinasi ku
dan kembali ke dunia yang sebenarnya. Dunia yang lebih kejam dari cerita
terkejam sekali pun. Karna cerita hanya sebatas bualan seseorang, namun di
dunia nyata kau harus siap menerima apapun yang lebih pahit dari sebuah cerita.